Kamis, 22 September 2016

History By JeonShin

Cerita Bersambung

Ada Apa Di Bawah Hujan?

Langit di atas sana masih cerah namun angin yang berhembus seolah memberikan isyarat bahwa akan turun hujan. Burung-burung sahut-menyahut di dahan pohon yang tak jauh dari keramaian kota Semarang saat ini. Jalanan yang masih ramai oleh lalu lalang kendaraan itu tak menyurutkan langkah seorang gadis yang sedang membuntututi seseorang. Entah siapa seseoang itu hingga membuat gadis manis nan cantik itu rela mengendap-endap layaknya maling.

Gadis itu tak lain adalah Mini Andriyani yang dengan tenang memiilih tempat di pinggir jalan untuk memantau sebuah obyek. Begitu asyiknya ia sampai-sampai tak mempedulikan ramainya jalanan saat ini. Ia terlalu fokus menatap obyek yang sudah ada di seberang jalan sana, yang selama ini selalu menjadi semangat baginya. Seorang pemuda yang menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya, namanya Haris Dekadena. Saat ini, Haris tengah bersama adik bungsunya yang baru saja pulang dari sekolahnya. Mini mengamatinya dari jauh dan senyuman manis terukir di wajahnya. Ia pun mengikuti langkah Haris yang berseberangan dengannya tanpa memperhatikan jalan di depannya. Selalu seperti itu! Ia akan lupa dengan sekitarnya saat melihat sosok Haris. Mini bahkan tak sengaja menabrak seseorang yang berjalan berlwanan arah dengannya. Suara benda jatuh pun terdengar bising di telinganya.

Mini terkejut saat melihat kamera orang yang ditabraknya hancur tak berbentuk. Mini menyadari kesalahannya dan meminta maaf atas apa yang ia lakukan namun seseorang itu justru meminta ganti rugi. Cukup wajar sih, karena Mini yang bersalah dan ia harus mempertanggung jawabkan kesalahannya.

“Mmm.. maaf, aku pasti akan menggantinya tapi nggak sekarang. Boleh aku cicil?” tanya Mini.

“Tentu saja kamu harus menggantinya! Aku maunya sekarang, karena aku nggak percaya dengan gadis tengil sepertimu..” ucap seseorang itu jengkel.

“Apa? Gadis tengil katamu?” tanya Mini tidak terima.

“Ya, gadis tengil, memangnya kenapa? Nggak suka?” tantang seseorang itu seraya mengambil kameranya yang rusak lalu memasukkannya ke dalam tas ranselnya.

“Wahhh, kemana sopan santunmu tuan? Seenaknya saja mengatai orang seperti itu...” decak Mini kesal.

Seseorang itu tak mempedulikan ocehan Mini dan lebih memilih memotret wajah Mini dengan ponselnya.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Mini heran.

“Memotret wajah tersangka yang sudah merusak kameraku. Jika kamu nggak segera mengganti kameraku, maka aku akan melaporkannya pada polisi. Kita usut secara hukum masalah ini..” ucap seseorang itu lalu melangkah pergi meninggalkan Mini yang terbengong menatap kepergiannya.

Saat Mini tersadar, ia langsung mengejar langkah kaki seseorang itu dan berceloteh panjang lebar tentang ke-tidak-sengajaan-nya merusak kamera itu. Ia memang tidak sengaja, jadi dia patut dimaafkan kan? Tapi tetap saja! Orang yang berjalan disampingya itu seperti tak punya telinga. Andaikan Mini punya uang, ia pasti akan menggantinya. Hanya saja, saat ini keadaannya tak memungkinkan untuk itu. Ia punya tanggung jawab pada adik-adiknya yang masih sekolah dan ia juga harus bekerja par time untuk mendapatkan uang.

“Berhenti!” serunya seraya menghadang tubuh seseorang itu.

“Kenapa? Apa kamu akan mengganti kameraku sekarang?” ucap seseorang itu dengan nada ketus.

“Bukan itu! Ayo berteduh, sebentar lagi akan turun hujan...” seru Mini mengingatkan.

“Aku sudah melihat ramalan cuaca kalau hari ini nggak akan turun hujan. Jadi, gadis tengil, kamu jangan mencoba membodohiku. Mengerti?” balas seseorang itu meremehkan.

“Nggak ada waktu lagi. Ayo!” Mini menyeret lengan seseorang itu untuk berteduh di sebuah tenda kosong yang berada cukup jauh di depan mereka.

Setelah sampai disana, seseorang itu memarahi Mini dan mengatai Mini tidak sopan. Menarik-narik seseorang dengan paksa itu memang tidak sopan tapi mau bagaimana lagi? Mini hanya berniat menolong seseorang di dekatnya itu untuk menghindar dari guyuran air hujan. Seseorang itu hendak pergi namun baru saja selangkah meninggalkan tempat itu, hujan turun deras. Akhirnya ia kembali berteduh dengan baju yang sedikit basah karena air hujan.

“Tuh kan.. apa yang kubilang benar. Memang akan turun hujan, jadi aku nggak bohong. Iya kan tuan?” seru Mini dengan nada mengejek.

“Kamu pasti lihat ramalan cuaca secara up to date ya?”

“Nggak, kenapa aku harus melakukannya? Aku punya keahlian merasakan datangnya hujan. Jadi secara nggak langsung aku akan tau kapan hujan akan turun. Hebat kan? Aku mendapatkan kemampuan ini saat umurku 12 tahun.”

“Mengagumkan...” ucap seseorang itu. Mini tersenyum mendengarnya.

“Tapi terdengar konyol di telingaku. Bagaimana bisa kamu tau hujan akan turun atau nggak hanya berdasarkan kemampuan anehmu itu? Mungkin saja ini hanya kebetulan..” senyuman Mini langsung pudar.

“Kenapa kamu selalu membuatku marah? Aku memang merusakkan kameramu dan aku berjanji akan menggantinya, tapi nggak sekarang. Jadi tolong hargai ucapanku, dong..” ucap Mini sewot. Seseorang itu tak menggubrisnya dan Mini tak berniat berdebat lagi dengannya.

Udara semakin terasa dingin karena hujan masih belum juga reda. Jalanan pun basah karena guyuran hujan. Namun masih banyak kendaraan yang berlalu lalang dan satu atau dua orang yang beruntung membawa payung. Mini menikmati hembusan angin yang sedikit terasa basah karena membawa air hujan. Tangannya menengadah, menikmati setiap tetesan hujan yang jatuh di tangannya. Ia memang suka hujan tapi terkadang juga membencinya. Ia memikirkan Haris, kakak kelas yang sangat di idolakannya. Apakah Haris sudah sampai di rumah tanpa basah kuyup atau justru ia juga berteduh dari guyuran hujan sama sepertinya. Mini tersenyum mengingat cowok yang disukainya itu. Namun senyuman itu langsung sirna saat mendengar suara bersin.

“Hachi... hachiii.. ahh, kapan hujannya akan berhenti.. hachiiii...” ucap seseorang itu disertai bersin.

“Kamu nggak apa-apa?”

“Nggak apa-apa gimana.. hachiii.. ini semua gara-gara kamu tau.. hachiii...” bentak seseorang itu menyalahkan Mini.

“Kenapa menyalahkanku? Hujan turun begitu saja. Masih untung aku membawamu berteduh, kalau nggak pasti kamu sudah basah kuyup.”

“Mulai lagi berkata sok tau. Dasar gadis tengil..hachiii...”

“Dasar cowok lemah, kena hujan sedikit saja sudah flu.” Ejek Mini.

“Eehh denger ya.. hachii... gadis tengil sepertimu nggak sopan kalau.. hachii mengejek seseorang yang lebih tua.. hachii... ahh aku nggak tahan lagi.” Gerutu seseorang itu kesal. Mini hanya memandanginya sekilas lalu terbesit rasa kasihan di hatinya. Akhirnya ia mengeluarkan syal dari dalam tasnya dan memberikannya pada seseorang itu.

“Pakailah, setidaknya ini bisa menghangatkanmu sedikit.” Ucap Mini tulus.

“Apa gunanya syal se..” Mini dengan cepat membebatkan syalnya pada leher seseorang itu karena dia tidak mau mendengar protes darinya. Wajah mereka cukup dekat dan tatapan itu sama-sama terhenti pada satu obyek. Hingga...

“Hachii..” seseorang itu kembali bersin dan menyadarkan Mini yang sempat mematung di dekatnya.

Ddrrttt...drrttt.. ponsel Mni bergetar beberapa kali. Barulah Mini tersadar mengapa ia rela berlama-lama di dekat cowok aneh yang baru di kenalnya itu. Ia pun mengambil ponselnya di tas. Sebuah pesan dari nomor asing. Mini tak tau jadi ia tak berminat membacanya. Paling-paling pesan dari spam, pikirnya. Saat akan memasukkan ponselnya kembali, tiba-tiba Mini mendapat pesan lagi. Tetap sama, dari nomor asing. Jika berpikiran itu pesan dari spam, mungkin itu hal yang bodoh karena pesan spam hanya terkirim satu kali bukan dua kali. Dengan hati-hati Mini membuka pesan itu dan pesan yang pertama hanya pesan kosong. Namun pesan kedua, begitu mengejutkannya hingga tanpa sadar ia membuka mulutnya terlalu lebar.

“Tutup mulutmu.. hachii... kalau nggak ingin ada.. hachii... lalat yang masuk kesana.” Nasehat seseorang itu pada Mini. Tentu saja Mini langsung menutupnya dan berlagak sewot pada seseorang itu.

Kembali matanya memandang sederet tulisan yang tertera di ponselnya. Ia tak salah lihatkan? Matanya belum terlalu tua kan untuk melihat tulisan yang sangat bermakna itu? Atau ia tidak sedang bermimpi konyol kan? Tidak, Mini tidak mempunyai masalah mata dan Mini juga tidak sedang bermimpi. Ini nyata! Betapa senangnya Mini ketika pesan itu ternyata dari cowok idolanya, Haris. Perlahan namun pasti, Mini membaca pesan itu dan isinya cukup mengejutkan.

“Apa dia bilang? Dia ingin aku mendaftar menjadi anggota OSIS? Wohoo... pasti.. aku pasti akan mendaftar. Demi kamu Haris, semua akan kulakukan...” seru Mini riang sambil lompat-lompat seperti anak kecil. Seseorang itu merasa malu sekaligus geli melihat tingkah cewek di depannya. Ia hanya menampakkan senyum manisnya.

“Hachii... hachii...” seseorang itu kembali bersin dan mencoba menghangatkan tubuhnya dengan mengeratkan syalnya. Mini yang mendengar seseorang itu bersin, menanyakan apa keadaannya masih baik-baik saja.

“Pinjam ponselmu! Aku ingin menelfon seseorang..”

“Apa? Bukannya kamu juga punya ponsel, ya? Kenapa harus pinjam punyaku?”

“Ponselku mati. Kalau masih aktif tentu aku nggak akan meminjam padamu.. gadis tengil.. hachii..”

“Berhenti memanggilku gadis tengil, tuan Hachii...”

“Sudah! Berikan saja ponselmu. Aku benar-benar kedinginan.. hachii..”

“Baik..baik, kamu kan nggak perlu memaksa seperti itu Hachii...” ucap Mini seraya memberikan ponselnya pada Hachii, nama panggilan untuk seseorang yang ditemuinya di bawah guyuran hujan.

Hachii mulai menekan beberapa tombol sampai akhirnya tersambung dengan seseorang yang dihubunginya. Percakapan itu berlangsung singkat karena baru beberapa menit saja, sebuah mobil mewah sudah terparkir manis di hadapan Hachii dan Mini. Seorang pria ber-jas keluar dari sana tak lupa dengan payung di tangannya, lalu memberikan hormat pada Hachii.

“Maaf karena kami tidak memperhatikan tuan muda tadi..” ucap pria itu rendah.

“Nggak apa-apa, sekarang ini aku hanya ingin pulang dan menghangatkan tubuhku...hachii..”

“Baiklah.. mari masuk tuan muda.” Seru pria tadi seraya membuka pintu mobil. Hachii melangkah pergi namun ia teringat akan sesuatu.

“Aahhhhh... iya aku hampir saja lupa, ini ponselmu gadis tengil. Baik-baiklah disini...” seru Hachii seraya mengembalikan ponsel Mini lalu melepaskan syalnya dan memberikannya pada gadis itu. Kemudian ia masuk ke dalam mobil.

“Hey Hachii.. sudah kubilang jangan memanggilku gadis tengil..” protes Mini karena lagi-lagi Hachii menyebutnya gadis tengil. Hachii membuka kaca mobil lalu memamerkan senyuman mengejek pada Mini.

“Gadis tengil, namaku bukan Hachii tapi Marvel Darwin. Dan sebutan gadis tengil memang cocok untukmu..” ucap Hachii yang ternyata bernama asli Marvel. Lalu kaca mobil tertutup secara otomatis dan mobil itu melaju membelah jalanan yang diguyur hujan.

“Tadi, apa yang dia bilang? Namanya bukan Hachii tapi Caramel? Atau Romel? Makarel? Aduhh apa sih... namanya sulit sekali. Ahh sudahlah, semoga aku nggak bertemu dengannya lagi.” Gerutu Mini pelan.

Di sebuah rumah mewah yang ada di daerah pinggiran kota, sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah itu. Seorang pelayan langsung menghampiri mobil itu dengan payung di tangannya karena cuaca saat itu sedang turun hujan yang cukup deras.

“Hachhii... hachii..”

“Tuan muda baik-baik saja?” tanya Haris yang ternyata bekerja sebagai pelayan di rumah mewah itu.

“Aaa.. hachhi.. aku hanya ingin menghangatkan tubuhku. Sepertinya, hachii.. rumah ini sepi. Papa kemana?” tanya Marvel yang sudah masuk ke dalam rumah dengan kawalan Haris di sampingnya.

“Presdir sedang ada pekerjaan di luar negri dan beberapa jam yang lalu baru saja berangkat menuju bandara.”

“Papa gimana sih, hachii.. anaknya datang malah nggak di sambut dan pergi begitu saja.. hachii..”

“Tuan muda sudah ada yang menyambut kok..” seru Haris dengan senyuman manisnya.

“Siapa?” tanya Marvel penasaran.

“Aku. Gimana kabarmu sepupu manisku?” sapa seseorang yang berjalan menuruni tangga di rumah itu.

“Ryan...” seru Marvel tertahan.

*****

Note : Gimana? Bagus nggak? Kalau bagus sih pengen ngepublish terus hahaha.. ini cerita pertama yang aku publish. Berharap sih banyak yang suka. Maaf kalau ada banyak kesalahan namanya juga pemula ya kan? Hehehe, silahkan dinikmati ceritanya... bye bye.. salam dari Nona Shin :)